Dua muslimah dan satu anaknya ini tengah makan siang di sebuah restoran di Jerman. Satu muslimah asal Indonesia, sedangkan yang lainnya adalah muslimah Turki yang menyertakan anaknya.
Keduanya menikmati sajian roti di restauran itu sembari berdiskusi kecil tentang Islam dan aneka kisah kehidupan keduanya.
Berselang lama, datanglah dua orang laki-laki dewasa khas berandalan Eropa. Rambut awut-awutan, logat bahasa kasar dan sorot mata yang bengis. Kedua laki-laki itu, duduk di jarak lima meter dari tempat muslimah yang sedari tadi asik dengan makanan dan obrolan ringannya.
Mulanya, kedua muslimah itu tak hiraukan kedua preman tersebut. Lagipula, keduanya memang tak miliki urusan apa pun. Namun, sebuah dialog antara kedua preman itu memancing emosi salah satu muslimah nan baik hati ini.
Terdengar jelas, salah satu diantara mereka berkata, “Kau tahu mengapa bentuk roti di negeri kita mirip dengan lambang salah satu negara Islam itu?”
Yang ditanya menggeleng, tanpa kalimat. Ia yang bertanya pun menjawabnya sendiri, menerangkan, “Karena kita membenci negara itu. Jadi, ketika kau melahapnya, bayangkanlah bahwa kau juga melahap negeri itu,” ungkapnya diiriingi tawa melecehkan.
Merasa dihina, muslimah asal Indonesia langsung mengambil posisi berdiri, hendak membalas hinaan manusia tak beradab itu. Namun, oleh saudari muslimah asal Turki itu, ia dicegah. Dengan lembut, ia menerangkan, “Aku punya cara yang lebih baik untuk membalas hinaan itu.”
Tak lama kemudian, kedua muslimah itu selesai makan. Ketika mendatangi kasir untuk membayar tagihan, muslimah Turki itu berkata kepada petugas yang melayaninya, “Tolong sekalian dihitung jumlah tagihan dua orang di sebelah sana,” pintanya sembari menunjuk ke arah dua preman itu.
Melihat keanehan ini, sobatnya asal Indonesia bertanya keheranan. Namun, ia yang ditanya hanya menjawab santai, “kelak, kau akan tahu tujuanku.” Keduanya pun berlalu setelah menitipkan secarik kertas kepada kasir untuk disampaikan kepada kedua preman yang ditraktirnya itu.
Setelah selesai dengan makan dan obrolannya, kedua preman itu pun beranjak menuju kasir. Sesampainya di sana, air mukanya nampak kebingungan sebab tagihannya sudah dilunasi oleh seeorang yang sama sekali tak dikenalnya.
Sebelum keduanya beranjak, kasir menyampaikan titipan kertas untuk mereka. Di dalam kertas itu tertulis nama, agama dan alamat email serta ucapan selamat makan.
Dengan terbelalak, timbullah rasa malu di wajah kedua preman itu. Pasalnya, baru saja mereka menghina negara Islam tempat muslimah baik hati itu berasal.
Berselang bulan, terdapatlah pesan di akun email sang muslimah. Tertulis di sana, “Terimakasih. Maafkan atas kelancanganku. Kini, karena hidayah Allah melalui kebaikanmu, aku telah menjadi muslim.”
Subhanallahi walhamdulillahi Allahu Akbar.
(kisahhikmah.com)
Tidak ada komentar: